Just another free Blogger theme

Jumat, 09 Desember 2022

 Sejarah Dan Perkembangan Akuntansi Keperilakuan

Sejarah dan perkembangan akuntansi keperilakuan

Riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu bidang baru yang secara luas berhubung dengab perilaku individu, kelompok dan oraganisasi bisnis, terutama yang berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi terhadap perilaku akuntan atau perilaku non akuntan telah banyak dipengaruhi oleh fungsi akuntan dan laporan (Hofstede dan Kinerd, 1970). Riset akuntansi keperilakuan meliputi masalah yang berhubungan dengan:

1. Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor

2. Pengaruh dari fungsi akuntansi seperti partisipasi dalam penyusunan anggaran, karakteristik sistem informasi dan fungsi audit terhadap perilakua baik karyawan, manajer, investor maupun wajib pajak.

3. Pengaruh dari hasil fungsi tersebut,seperti informasi akuntansi dan pengguaan pertimbangan dalam pembuatan keputusan.

Akuntansi keperilakuan mulai berkembang sejak profesor Schuyler Dean Hollet dan profesor Chris Argyris melakukan penelitian di tahun 1951 tentang “Pengaruh Anggaran Pada Orang” (The Impact of budget on people). Penelitian tersebut disponsori oleh Controllership Foundation of America. Sejak penelitian tersebut, topik-topik penelitian yang mengkaitkan akuntansi dan manusia berkembang pesat. Jumlah penjelasan dan kesimpulan dari hasil riset mengenai perangkat keperilakuan pada anggaran dan pembuatan anggaran dalam banyak pemikiran masih bersifat sementara dan oleh karena itu masih perlu disempurnakan. Paradigma riset perilaku yang dilakukan oleh Steadry (1960) dalam disertasinya telah menggali pengaruh anggaran motivasional dengan menggunakan suatu elsperimen analog. Selanjutnya disusul oleh karya Benston (1963) serta Churcil dan Cooper (1965) yang memfokuskan pada akuntansi manjerial dan pengaruh fungsi akuntansi pada perilaku. Riset-riset ini berlanjut pada tahun 1970-an dengan satu rangkaian studi oleh Mock (1969-1973), Barefield (1972), Magee dan Dickhout (1978), Benbasat dan Dexter (1979)

Fokus dari studi-studi tersebut adalah pada akuntansi manajerial, namun penekanannya mengalami pergeseran dari penhgaruh fungsi akuntansi keperilaku terhadap pemrosesan informasi oleh pembuat keputusan. Studi yang mempengaruhi bidang ini dilakukan oleh Ashton (1974) dan Libby (1975), yang membantu membentuk suatu standar dalam desain eksperimental dan validasi internal untuk pertimbangan riset yang diikuti.

Mulai dari tahun 1960 sampai 1980-an, jumlah artikel mengenai akuntansi keperilakuan semakin meningkat. Artikel pertama menggambarkan mengenai akuntansi keperilakuan, sementara artikel selanjutnya membahas mengenai teori dan konsep ilmu pengetahuan keperilakuan dalam kaitannya dengan akuntansi serta implikasinya bagi prinsip-prinsip akuntansi dan praktisinya. Pertumbuhan studi akuntansi keperliakauan mulai muncul dan berkembang, terutama diprakarsai oleh akademisi profesi akuntan. Penggabungan aspek-aspek perilaku pada akuntansi menunjukkan adanya pertumbuhan minat akan bidang riset ini.

Mempertimbangkan aspek Keperilakuan pada akuntansi

Akuntansi bukanlah sesuatu yg statis, tetapi akan selalu berkembang sesuai dengan perkemvbangan lingkungan akuntansi serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya (Khomsiah dalam Arfan dan Ishak, 2005). Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dan faktor sosial secara jelas didesain dalam aspek-aspek operasioanal utama dari seluruh sistem akuntansi.

Para akuntan secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang termotivasi, bagaiman mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesusai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi organisasi. Penjelasan tersebut menunjukkan adanya aspek keperilakuan pada akuntansi, baik dari pihak pelaksana (penyusun informasi) maupun dari pihak pemakai informasi akuntansi.

Pihak pelaksana (penyusun informasi akuntansi) adalah seseorang atau kumpulan orang yang mengoperasikan sistem informasi akuntasi dari awal sampai terwujudnya laporan keuangan. Pengertian ini menjelaskan bahwa pelaksan memainkan peranan penting dalam menopang kegiatan organisasi. Dikatakan penting sebab hasil kerjanya dapat memeberikan manfaat bagi kemajuan organisasi dalam bentuk peningkatan kinerja melalui motivasi kerja dalam wujud penetapan standar-standar kerja .

Standar-standar kerja tersebut dapat dihasilkan dari sistem akuntansi. Dapat diperkirakan apa yang akan terjadi ketika pelaksana sistem informasi akuntansi tidak memahami dan memiliki kerja yang diharapkan. Bukan saja laporan yang dihasilkan tidak handal dalam pengambilan keputusan, tetapi juga sangat berpotensi untuk menjadi bias dalam memberikan evaluasi kerja unit maupun individu dalam organisasi. Untuk itu motivasi dan perilaku dari pelaksana menjadi aspek penting dari suatu sistem informasi akuntansi.

Di sisi lain, pihak pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: pihak Intern (manajemen) dan pihak ekstern (pemerintah, investor/calon investor, kreditur/calon kreditur, dan lain sebagainya). Bagi pihak intern, informasi akuntansi akan digunakan untuk motivasi dan penilaian kinerja. Sedangkan bagi pihak ekstern, akan digunakan untuk penilaian kinerja sekaligus sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bisnis. Disamping itu pihak ekstern, juga perlu mendiskusikan berbagai hal terkait dengan informasi yang disediakan sebab mereka mempunyai suatu rangkaian perilaku yang dapat memmpengaruhi tindakan pengambilan keputusan bisnisnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghunbungkan dan menganggap penting untuk memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi. Sejak meningkatnya orang yang sudah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi, terdapat suatu kecendrungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih subtansial. Perspektif perilaku menurut pandangan ini telah di penuhi dengan baik sehingga membuat sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan karyawannya.

Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara radikal. Namun mulai mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada organisasi.

Masalah-masalah dalam akuntansi keperilakuan

Dalam aplikasinya ada banyak masalah yang dapat dipecahkan/disebabkan oleh akuntansi keperilakuan. Pada intinya ada 3 masalah yang berhubungan pada saat riset akuntansi keperilakuan yaitu:

1. Pengambilan keputusan oleh auditor dan akuntan

2. Pengaruh terhadap fungsi sistem akuntansi seperti penyusunan anggaran, audit , dll

3. Pengaruh hasil/output misalkan informasi akuntansi dll

Contoh kasus akuntansi keperilakuan

      Skandal akuntansi perusahaan toshiba

Kita sudah tidak asing lagi dengan nama toshiba, produknya telah banyak menghiasi perkakas rumah dengan berbagai produk elektroniknya. Toshiba corporation merupakan perusahaan elektronik asal jepang dengan reputasi yang sangat baik awalnya. Dikenal sebagai perusahaan dengan laju inovasinya yang terdepan serta bayak mewarnai referensi buku bisnis dengan berbagai prestasi. Salah satunya karya firma hukum Mori Hamada dan Matsumoto yang menceritakan tentang bagusnya tata kelola dalam perusahaan. Toshiba menduduki peringkat sembilan dari 120 perusahaan publik di jepang dalam Good Governence Practice. Mencerahkan para pelaku bisni sehingga ingin melakukan hal serupa di perusahaan mereka.

Namun reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena presure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini terjadi baru-baru ini yaitu tahun 2015. Toshiba terbukti melakukan pembohongan publik dan investor dengan cara menggelembungkan keuntungan di laporan keuangan sehingga overstated profit 1,2 miliar US Dollar sejak tahun fiskal 2008 dan yang lebih memprihatinkan skandal tersebut melibatkan top management dari Toshiba Corporation.

Sejak laporan audit penginvestigasian resmi dirilis dua bulan setelah komite yang diketuai Koichi Ueda dan beranggotakan beberapa pakar akuntansi Jepang menginvestigasi Toshiba dan sampai pada kesimpulan telah terjadi penyimpangan. Pada 21 Juli 2015, 8 dari 16 petinggi Toshiba terlibat skandal akuntansi resmi mengundurkan diri. Termasuk diantaranya Presiden Direktur Hisao Tanaka, Wakil Presdir Norio Sasaki dan Chief Executive Atsutoshi Nishida

Analisis kasus

Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak ankuntan Toshiba adalah pemalsuan laporan keuangan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan kode etik yang mengatur akuntan. Dalam prinsip etika profesi akuntansi, seorang professional akuntan wajib berintegritas tinggi, sehingga mampu memelihara kepercayaan public terhadap dirinya. Guna mempercantik kinerja keuangannya, Toshiba melakukan berbagai cara baik mengakui pendapatan lebih awal atau menunda pengakuan biaya pada periode tertentu namun dengan metode yang menurut investigator tidak sesuai prinsip akuntansi, seperti menggunakan cash-based ketika pengakuan provisi yang seharusnya dengan metode akrual, memaksa supplier menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai, dan lain semisalnya.

Besarnya angka, rentang waktu yang tidak sebentar, juga keterlibatan Top Management memberi gambaran kepada kita betapa kronis dan kompleksnya penyakit dalam tubuh Toshiba. Penyelewengan dilakukan secara berjamaah, sistematis dan cerdas. Sekian lapis sistem kontrol dari mulai divisi akuntansi, keuangan, internal audit, tidak berfungsi sama sekali. Bagaimana akan berfungsi, bahkan oknumnya dari staff senior mereka yang sudah hafal seluk beluk perusahaan.

Seiya Shimaoka, seorang internal auditor, mencurigai kecurangan dan berusaha melaporkan tapi malah dianggap angin lalu oleh atasannya sendiri seperti yang dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian rapi dan cerdasnya hingga tim auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu mencium aroma busuk dari laporan keuangan Toshiba. Belum ada dugaan kantor akuntan itu terlibat dalam skandal.

CEO memang tidak menginstruksikan langsung untuk melakukan penyimpangan tetapi memasang pencapaian target yang tinggi. Ini yang membuat karyawan merasa tertekan. Apalagi ditambah budaya Toshiba yang kurang baik: tidak bisa melawan atasan. Maksudnya melawan adalah koreksi atas kesalahan manajemen mengambil keputusan. Dalam kasus Toshiba, bawahan tidak bisa mengkoreksi penetapan target oleh CEO yang bahkan tidak realistis dengan kondisi bisnis dan perusahaan.

Selain itu, sistem kompensasi karyawan yang dihitung dari kinerja keuangan juga turut andil di dalamnya. Maka muncullah ide-ide kreatif dari karyawannya untuk mencapai target yang ditetapkan. Celakanya kreatifitas kali ini bukan dalam riset pengembangan atau pemasaran namun dalam hal perlakuan akuntansi. Dibuatlah laporan keuangan dengan profit tinggi padahal tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Pemalsuan yang dilakukan pihak akuntan Toshiba menimbulkan hilangnya kepercayaan publik terhadap akuntan turun drastis sebab integritasnya yang menurun.

 


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 komentar:

Posting Komentar